Inputnya Kebenaran,Outputnya Kebaikan,Hasilnya Keindahan. Bentuk Transaksi kita dengan Sesama Manusia , Kanjeng Nabi Muhammad SAW, serta ALLAH SWT adalah CINTA
“Jadi di neraka ada anjing to?”, Jitul bertanya sambil tertawa.
“Itu pertanyaan materialistik”, kata Junit, “saya kira Mbah Markesot
sekedar menggambar semacam peta dan struktur kehinaan di neraka. Tidak
ada manfaatnya kita mencari kebenaran obyektif tentang isi neraka dan
bagaimana mekanismenya. Semua penjelasan Allah di firman-firmanNya
tentang neraka juga hanya kunci penggambaran atau pintu imajinasi.
Andaikan ada banyak penggambaran yang lain tentang neraka dan surga,
tidak perlu dijadikan madzhab”
“Mbah Sot kalian juga menyebut Waqudunnar dan Asadunnar”,
Brakodin memotong, “kayu bakar dan macan neraka. Jangan pula naif
bertanya apa ada macan di neraka. Mbah Sot hanya coba menggambar dengan
batas literasi ilmu manusia, betapa dahsyatnya kerjasama antara
ketiganya itu menciptakan fitnah-fitnah besar di dunia, membangun
kehancuran dengan kejahatan dan kebodohan.…”
Diam-diam Junit mencorat-coret: [1](Ali ‘Imron: 10), [3](Al-Jinn: 15), [3](Al-Baqarah: 24), dan [4](At-Tahrim: 6).
“Mbah Sot membayangkan ada penghuni neraka yang gagah seperti macan
dan derajatnya mungkin tinggi dibanding penghuni lainnya”, jawab
Brakodin, “yakni manusia yang kufur kepada Allah dengan terang-terangan,
tidak menutup-nutupinya, tidak bersikap munafik, pura-pura Muslim
padahal tujuannya adalah kepentingan dunia, sebagaimana yang tergambar
dari kategori Kilabunnar. Fitnah-fitnah kekuasaan dunia disebar oleh
Asadunnar, dimakan dengan lahap oleh kebodohan Waqudunnar, dan
dijilat-jilat secara sangat menjijikkan oleh tidak sedikit Kaum Muslimin
sendiri yang sebenarnya adalah Kilabunnar”.
Sesungguhnya orang-orang yang kafir, harta benda dan anak-anak
mereka, sedikitpun tidak dapat menolak (siksa) Allah dari mereka. Dan
mereka itu adalah bahan bakar api neraka. [2]
Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) -- dan pasti kamu tidak
akan dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan
bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir. [4]
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan.
Pakde Brakodin menambahkan bahwa terakhir kemarin Markesot mengeluh tentang Kilabunnar.
Kilabunnar adalah manusia yang rajin beribadah dengan tujuan agar
lebih banyak memperoleh keuntungan dunia. Manusia yang tekun shalat,
hobi Umroh, naik Haji berkali-kali, juga sangat memperhatikan kemudian
melakukan shalat-shalat sunnah, yang menurut kabar memperbanyak rejeki
dunia, atau melipatgandakan keuntungan materiil.
Kilabunnar adalah manusia yang tidak keberatan bekerjasama dengan
Setan, Iblis, Jin, para pengingkar (Kafir) Allah, asalkan mendapatkan
jaminan kemakmuran dunia. Bahkan rela menjadi bawahan atau anak buah
para pemimpin yang mengkufuri atau memusyriki Allah, asalkan dengan itu
ia memperoleh kekayaan dan kenikmatan dunia.
Kilabunnar adalah manusia yang menganggap dunia adalah
segala-galanya. Yang berpendapat bahwa keberhasilan hidup di dunia dan
untuk dunia adalah tujuan satu-satunya. Yang meyakini bahwa kemajuan,
sukses, kejayaan, keberuntungan, dan kebesaran adalah duduk di
singgasana kekayaan, kemasyhuran, dan kekuasaan dunia.
Kilabunnar, anjing-anjing neraka, adalah orang yang bodoh dunia dan dungu akhirat. ”Dan
kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan derajatnya dengan
ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa
nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu
menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia
mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang
yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah kepada mereka
kisah-kisah itu agar mereka berfikir”.[1]
Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan
(derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan
menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti
anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu
membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah
perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka
ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.
Pakde Sundusin menyela dengan menjelaskan kenapa Mbah Sot selama ini
banyak menghilang. Karena sejak puluhan tahun silam dia selalu mengalami
kerepotan oleh anggapan banyak orang bahwa “Markesot adalah teman semua
orang”, “Markesot adalah milik semua golongan”. Padahal dia tahu peta
keadaan sosial masyarakat dan Negara tidak datar dan sederhana seperti
itu.
Markesot tidak berani menerjang pagar Tuhan: “Sesungguhnya Allah
hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang
memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu
orang lain untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai
kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”. [1](Al-Mumtahanah: 9).
Dan tahun-tahun terakhir ini komplikasi keadaan itu semakin memuncak: “Dan
sesungguhnya benar-benar mereka hampir membuatmu gelisah di Negerimu
untuk mengusirmu daripadanya, dan kalau terjadi demikian, niscaya
sepeninggalmu mereka tidak tinggal, melainkan sebentar saja. [2](Al-Isra`: 76).
Markesot tidak terlalu mengkhawatirkan keterancaman massal yang
dirasakan oleh penduduk Negerinya. Tetapi ia sangat sukar meletakkan
dirinya. Maka sejak dahulu ia punya kecenderungan untuk menggelapkan
siapa dirinya. Ia tenggelamkan semua perannya di lubuk kegelapan. Siapa
ia, apa identitasnya, seberapa ragam dan luas dan mendalam
peran-perannya, ia pelihara di keremangan.
Bahkan kehidupan pribadi dan keluarga Markesot sangat gelap gulita.
Kebahagiaan dan kesengsaraan hidupnya pun tersembunyi di balik dinding
kegelapan. Markesot selalu hanya sosok yang remang-remang.
Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu
orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari
negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa
menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang
zalim.
Dan sesungguhnya benar-benar mereka hampir membuatmu gelisah di
negeri (Mekah) untuk mengusirmu daripadanya dan kalau terjadi demikian,
niscaya sepeninggalmu mereka tidak tinggal, melainkan sebentar saja.
Masih tersisa empat belas tulisan lagi untuk dibacakan. Tapi
rupanya Markesot sudah tidak bisa menahan diri melihat perkembangan
situasi di ruangan itu bersama empat puluh orang teman-temannya.
Mendadak ia berdiri.
Markesot melepas ikat pinggangnya, yang ternyata adalah cambuk.
Berjalan keliling ruang, terkadang melompat ke berbagai arah. Tertawa.
Panjang. Sesekali sampai terguncang-guncang.
Kemudian terdengar suara ledakan-ledakan, memecah kesunyian di
ruangan itu. Markesot meletus-letuskan dan meledak-ledakkan cambuknya.
Seperti pesta mercon. Atau deretan bunyi semacam tembakan-tembakan
senjata api. Ada yang seperti suara mercon banting, tiba-tiba di
sela-selanya ada ledakan agak besar. Semua bercampur aduk dengan suara
tertawa Markesot.
Suara tertawa Markesot terkadang menggelikan, di saat lain
mengerikan. Seperti tertawa orang yang sedang menjumpai sesuatu yang
sangat lucu, tapi kemudian tiba-tiba suara tertawa itu berubah aneh,
seakan berasal dari dunia yang lain yang asing sama sekali bagi yang
mendengarnya.
Tertawa Markesot berganti-ganti mengungkapkan rasa lucu, kegembiraan,
kesedihan, putus asa, atau campur aduk antara berbagai macam situasi
jiwanya.
***
Tentu saja empat puluh orang yang berada di dalam ruangan itu kalang kabut.
Tujuh orang di antara mereka, dikagetkan oleh letusan dan ledakan
bertubi-tubi itu ketika sedang duduk tertib dan khusyu’. Tetapi
kekagetan itu tidak membuat mereka beranjak. Mereka hanya menggerakkan
kedua tangannya untuk menutupi kedua telinganya, sambil memejamkan mata
dan menundukkan kepala.
Masalahnya, tiga puluh tiga orang yang lain sedang tidur pulas ketika
ledakan itu memecah kesunyian di ruangan itu. Reaksi mereka
bermacam-macam ketika mendadak mereka dibangunkan oleh festival letusan
dan hantaman ledakan itu.
Ada yang langsung terduduk, wajahnya kebingungan, matanya kosong
menoleh ke kiri dan kanan. Ada yang dari posisi berbaringnya langsung
berdiri dan memasang kuda-kuda silat seakan-akan sedang diserbu mendadak
oleh Pendekar Kedung Prewangan, bertiga dengan Kiai Singorodra dan Mbah
Kalibuntu.
Bahkan ada yang dari keadaan tidur, dalam hitungan sekon langsung
melompat keluar ruangan dengan tangannya memutar-mutar kalung rantai
besi yang diambil dari lingkaran pinggang di balik bajunya.
Sebagian dari mereka ada yang kaget oleh ledakan-ledakan, duduk
dengan mata masih tertutup, sesaat kemudian tidur berbaring lagi. Yang
lebih hebat lagi, beberapa orang hanya membuka matanya sejenak dengan
sedikit menggerakkan kepala, kemudian tidur lagi.
Dan yang paling hebat dari empat puluh orang itu adalah mayoritas di
antara mereka yang sama sekali tidak terusik oleh mercon atau tembakan,
letusan atau ledakan, sekali atau berkali-kali. Mereka sangat tenang.
Nyenyak tidurnya tak terusik. Telinganya kebal, gendangnya dilapisi oleh
semacam plastik tebal hasil teknologi modern.
***
Padahal cukup lama bunyi tembakan dan mercon itu terdengar menyiksa
ruangan. Bahkan ada saat-saat ledakan cambuk Markesot itu menggelegar
seperti datang dari langit. Lebih dekat dibanding suara letusan gunung
yang justru terdengar agak sayup dari kejauhan.
Terasa sekali ada ledakan yang sejatinya bukan suara ujung cambuk
yang dihentakkan oleh tangan yang kokoh perkasa, melainkan ledakan kawah
amarah jauh dari kedalaman jiwa Markesot. Seluruh jagat raya termuat di
dalam ruh manusia. Ledakan yang khusus itu seakan-akan adalah gabungan
antara kemarahan dari pusat Bumi dan halilintar sambutan persetujuan
dari langit.
Ledakan pada tingkat itu mestinya terdengar dari luar ruangan rumah
perkumpulan empat puluh orang itu. Tapi mungkin juga tidak sama sekali.
Itu bergantung pada sikap udara di dalam ruangan itu serta di luar
rumah. Kalau udara berkemauan untuk menghantarkan suara itu, maka yang
di sekitar ruang itu akan mendengarnya. Tapi kalau udara terikat oleh
keputusan untuk tidak menghantarkannya ke luar rumah, dan cukup
mengedarkan suara itu di dalam ruangan rumah saja, maka demikianlah yang
terjadi.
Sikap dan keputusan si Udara itu untuk menghantarkan suara atau tidak
di sebuah skala ruang, bergantung pada perjanjian yang dilakukannya
dengan pihak-pihak lain yang berkaitan dengan suara itu. Bergantung pada
perjanjian, atau pada kepatuhan udara kepada ini atau itu.
Termasuk jika udara mengambil keputusan sendiri berdasarkan
kedaulatannya sendiri. Letusan-letusan, ledakan-ledakan dan suara
tertawa Markesot sedang menggaduhi ruangan, belum ada waktu untuk
mendiskusikan tema di sekitar keputusan si Udara. Termasuk dengan siapa
dan apa saja ia berkonstelasi, menyelenggarakan perundingan dan
mengambil keputusan. Atau siapa yang dipatuhi oleh Udara.
***
Kegaduhan itu kemudian berakhir pada satu bunyi ledakan sangat keras, menggelegar disertai gemerincing.
Sesudah ledakan terakhir yang bergemerincing itu, Markesot berdiri di
salah satu pojok ruang, bertolak pinggang. Wajahnya meringis. Kemudian
tertawa lagi tapi tidak sungguh-sungguh, suara tertawa yang tidak
berasal dari unit mesin yang memproduksi tertawa dari dalam diri
Markesot.
Tapi akhirnya tertawa Markesot itu terputus mendadak. Markesot
berwajah sangat serius. Matanya menatap ke depan. Berkeliling sorot mata
itu menimpa satu per satu wajah demi wajah di ruangan itu, kemudian
berhenti dan macet di tubuh-tubuh bergeletakan yang tidur sangat pulas.
Dan itu adalah mayoritas di antara empat puluh sahabat-sahabat Markesot.
***
Mereka orang-orang yang sangat bahagia hidupnya. Istiqamah dalam
ketenteraman. Jantungnya terus menjalankan irama secara stabil, tidak
terganggu oleh peristiwa apapun di sekitar mereka.
Ritme ngorok mereka sangat mandiri. Nafas seratus persen teratur
keluar masuknya. Hati mereka tenang bagai ruang hampa. Pikiran mereka
tak bergeming oleh apapun saja. Secara keseluruhan jiwa mereka bagaikan
pertapa. Duduk di tikar ketenteraman, mentalnya tegak teguh bagaikan
pilar-pilar baja raksasa.
Andaikan ada gempa besar, didahului oleh letusan amarah gunung,
kemudian banjir lahar dingin bercampur asap amat panas dari neraka yang
dibocorkan ke permukaan bumi, mereka tidak berubah sedikit pun dari
ketenteramannya.
Mungkin mayoritas inilah yang dimaksudkan oleh Tuhan tatkala memanggil hamba-hambaNya: “Wahai
jiwa yang tenteram, kembalilah kepada Pengasuhmu dalam keadaan meridloi
dan diridloi. Ayo kalian berhimpunlah ke dalam golongan-Ku dan masuklah
ke dalam sorga-Ku”.
***
Sambil menatap wajah-wajah mereka dan merenungi kedalaman suasana
yang beberapa jam ini tadi berlangsung, Markesot mengeluh kepada dirinya
sendiri:
“Ternyata begini ini dunia. Tidak sejauh ini aku
menyangka tentang remehnya manusia. Dan kehidupan yang Tuhan kehendaki
ini ternyata jauh lebih bersahaja. Sampai setua ini tetap saja aku salah
kuda-kuda….”
Sesungguhnya yang terjadi bukanlah Markesot menginterupsi pembacaan
tulisan-tulisan dan suasana di ruangan itu, tetapi aslinya Markesot
sedang menginterupsi proses pemikiran dan penghayatan hidup di dalam
dirinya sendiri.
Buat anak cucuku dan para jm yang kita sama-sama belum tahu, kita
ditertawakan kalau ada orang di luar rumah kita yang mendengar
dialog-dialog bodoh dan konyol kita. Maka belajarlah menyimpan. Ada
sesuatu yang sebaiknya kita sosialisasikan, ada sesuatu yang lain,
termasuk omong-omong kita ini, yang lebih afdhal kalau berlangsung di
antara kita saja.
Indonesia sudah fix segala sesuatunya. Dunia ini seluruhnya
sudah hampir tidak ada persoalan. Hanya kita saja yang masih perlu
belajar hal-hal tertentu dan mempelajari hal-hal lain. Anak cucuku dan
para jm tahu bahwa di dunia di luar rumah kita seringkali ada tulisan
yang “oleh” (nama) ku tapi bukan aku yang menulis. Ada tulisan “ku”
20-30 tahun yang lalu tapi disebar seolah aku menulis kemarin sore. Ada
banyak akun-akun “ku” yang bukan aku.
Ada banyak video hasil editan orang-orang yang berniat baik yang aku
dipertengkarkan dengan ini itu, diadu-domba soal macam-macam yang aku
tak pernah memaksudkannya untuk beradu dengan siapapun. Semua yang
kuomongkan adalah untuk anak cucu dan para jm, dengan bahasa dan konteks
untuk anak cucu dan para jm, dengan nuansa, dimensi, urgensi dan
tajaman-tajaman untuk anak cucuku dan para jm.
Tetapi salah secara pemikiran, rendah secara rohani dan remeh secara
mental, kalau dari kedhaliman kepada kita itu hasilnya pada diri kita
adalah kemarahan, dendam, niat pembalasan, atau apapun yang mencerminkan
kelemahan dan ketidakmatangan diri. Lebih hina lagi dan salah kelola
kalau karena hantaman-hantaman dan penganiayaan kepada kita lantas
mengurangi kadar kasih sayang kita semua kepada ummat manusia. Terutama
kepada mereka yang melalimi kita.
Dunia ini kita serap ilmu, hikmah dan makrifatnya, tetapi kita tidak
mempersoalkan dunia dan tidak punya soal dengan dunia. Apalagi
Indonesia, yang tidak kenal kita, yang tidak tahu ada kita, dan anak
cucuku hendaknya jangan kasih tahu bahwa ada kita. Bukan karena kita
menolak silaturahmi, tetapi karena kita tidak mampu berbuat apa-apa
kepada dan untuk Indonesia.
Kita hidup tidak di arena peradaban manusia. Kita berada di tengah
hutan belantara. Di mana setiap orang bisa melakukan apa saja tanpa
tanggung jawab. Di mana siapa-siapa yang harus bertanggung jawab, bukan
bertanggung jawab atas dasar keharusan hidup untuk bertanggung jawab,
melainkan dipilih berdasarkan kepentingan pihak yang menuntut tanggung
jawab.
Kita beralamat di tengah hutan rimba di mana setiap makhluk boleh
berteriak, menuding, memaki dan memfitnah, tanpa terbentur oleh tembok
tanggung jawab. Hutan belantara tidak memerlukan tembok. Siapapun bisa
melakukan kecurangan, kekufuran, kedhaliman dan penggelapan, tanpa
kawatir akan mendapatkan akibat apa-apa. Sebab hutan belantara tak ada
batas nilainya, tidak ada perjanjian antar makhluk-makhluknya, tak ada
tata ruang dengan aturan-aturannya. Hukum bisa ditegakkan untuk
mencelakakan. Negara bisa dibangun untuk menyamarkan perampokan. Bahkan
agama bisa dikerudungkan sebagai pakaian untuk pencurian dan penipuan.
***
Aku beserta anak cucuku dan para jm ini hina papa, tidak memiliki
apapun yang bisa kita berikan kepada Indonesia dan dunia. Karena
Indonesia dan dunia semakin berkembang menjadi hutan belantara.
Bahkan kita mengaku saja bahwa karena kebelantaraan habitat yang
mengurung kita, maka kepada diri kita sendiripun kita tidak punya
apa-apa untuk kita berikan. Kita hanya penyadong kedermawanan Tuhan.
Kita pengemis berderajat sangat rendah di depan pintu gerbang Istana
Tuhan. Itu pun permohonan kita belum tentu dikabulkan, karena belum
cukup persyaratan hidup kita untuk berhak mendapatkan kemurahan dari
Tuhan.
Dari detik ke detik siang malam sepanjang tahun sejauh-jauh jatah
waktu, kehidupan kita tergantung absolut pada kasih sayang Tuhan. Jika
ada sedikit kelebihan berkah-Nya kita akan cipratkan kepada Indonesia
dan sedekahkan kepada dunia, untuk lega-lega dan GR perasaan kita
sendiri, sebab Indonesia dan dunia tidak kurang suatu apa, sehingga
tidak memerlukan apapun dariku beserta anak cucuku dan para jm.
Maka jangan sampai aku beserta anak cucuku dan para jm menjadi
masalah bagi hutan belantara. Dan kita berjuang tanpa henti agar hutan
belantara pun tidak menjadi masalah bagi kita. Kegelapan hutan tidak
membuatmu kehilangan arah, karena engkau belajar memancarkan cahaya dari
dirimu. Keliaran belantara tidak membuatmu takut dan keder, karena
keberanian tidak terletak di hutan melainkan di dalam susunan saraf
rohanimu sendiri.
Ketidakberaturan rimba tidak membebanimu, karena kalau engkau
menemukan, menyadari dan memuaikan kebesaran dirimu, maka hutan
belantara engkau genggam di tanganmu, engkau olah di mesin pikiranmu,
dan engkau jinakkan di semesta rohanimu.
Tetapi jangan lupa, engkau hanya menempuh batas untuk mengatasi
dirimu sendiri di tengah hutan belantara. Tetapi itu tidak pasti berarti
engkau sanggup mengatasi hutan belantara itu pada skala hutan dan
kebelantaraannya.
Jangankan hutan belantara. Bahkan pun bagi Indonesia dan dunia: sudah
jelas kita tidak punya ilmu, daya dan kuasa untuk bisa mengatasi
masalah-masalahnya. Maka sekurang-kurangnya kita jaga diri agar jangan
pernah menjadi masalah bagi Indonesia dan dunia. Kita sudah sangat
bersyukur bahwa Tuhan menciptakan kita, meletakkannya di tanah
Indonesia, di permukaan bumi dan di pinggiran dunia.
Jangankan menjadi masalah, meminta apapun jangan. Kalau diberi, kita
pertimbangkan sepuluh kali putaran. Kalau ada hak-hakku beserta anak
cucuku dan para jm, kita lihat kemashlahatan dan keutamaannya untuk kita
ambil atau tidak. Sekedar menerima hak-hak yang disampaikan pun jangan
lakukan tanpa perhitungan kasih sayang. Apalagi sampai menagih hak,
mengejar hak, meneriakkan hak, mendemonstrasikan hak, mengibar-ngibarkan
hak: mari anak cucuku dan para jm berlindung kepada Tuhan dari
kerendahan dan kefakiran mental semacam itu.
Orang bilang sabarnya bagaikan Nabi Ayub
Keberaniannya menandingi Nabi Ibrahim
Segagah Nabi Musa, seluwes Nabi Idris
Lembutnya bagaikan Isa Nabi cinta
Dinanti-nanti kehadirannya sebagai Ratu Adil
Dirindukan lahirnya sebab ia Satria Piningit
Diharap-harap pertolongannya bak Imam Mahdi
Ia Messiah agung yang selalu diminta jadi Imam
Tekun menaiki jenjang-jenjang perjuangan
Meskipun dibenci oleh para handai taulan
Ia adalah Nabi Yusuf tak tergoda oleh Zulaikha
Ia ditelan ikan namun berhasil keluar dari perutnya
Ya Tuhan kenapa Engkau tak berterus terang
Bahwa kepada bangsa besar ini Engkau anugerahkan
Nabi tambahan karena darurat akhir zaman
Aku tidur lelap tak beranjak dari ranjang
Ilmu yang kusandang sejak hari kelahiran
Adalah takkan sedia ditunggangi oleh zaman
Sejarah seakan berderap maju ke depan
Manusia sedunia mandeg dalam aliran
Sepanjang hidup tak pernah aku tak bermasalah
Di semua bangku persekolahan palsunya sejarah
Tapi siang malam aku bertahan dan tidak lelah
Padaku tak ada tabir yang bisa menghijabi sejarah
Kalau ini yang namanya Negara dan Pemerintah
Urusan kubatasi hanya menyayangi manusia
Kalau begini yang disebut kemajuan dan demokrasi
Takkan beranjak aku dari gelembung pertapaan sepi
Orang membenci dengan penuh kerinduan
Kepada maling, koruptor, pencopet, pengutil
Penjambret, penggangsir atau buto kempung
Mereka berantas sambil diam-diam meniru
Ketika maling besar dihancurkan
Rakyat bersorak-sorai penuh kegembiraan
Para pelengser maling berkata diam-diam
“Jangan kamu saja, kami pun butuh bagian”
Dulu maling satu, sekarang seribu jumlahnya
Dulu sekumpulan, sekarang hampir semuanya
Tak ada bukti kalau dibilang semuanya korupsi
Cuma gimana mau bilang ada penguasa yang tidak korupsi
Ke manakah kucari saudara-saudaraku Dluafa
Di sebelah mana dari gugus-gugus Nusantara
Di bagian mana dari kota, desa, segmen dan strata
Ketika setiap penduduk ingin kaya dan berkuasa
Sedulur-sedulurku Mustadlafin yang dilemahkan
Berjuang keras agar menjadi yang melemahkan
Keluargaku sebangsa yang tak kebagian
Mengidamkan posisi agar menguasai bagian-bagian
Tatkala hari pemilihan datang
Serangan fajar pasti merupakan pendapatan
Semoga sanak familiku di hari mendatang
Terkabul menjadi pihak yang melakukan serangan
Orang yang menuduh orang lainnya serigala
Ada sekurangnya tiga macam kemungkinannya
Pertama ia benar-benar seekor domba
Sebab domba yang paling peka terhadap serigala
Kedua ia adalah serigala yang berhati domba
Selalu kecut hatinya, senantiasa cemas hidupnya
Rasa cemas bersumber dari rasa tidak percaya
Kepada dirinya, dan terlebih lagi kepada lainnya
Ketidakpercayaan berasal dari kesempitan
Kesempitan adalah salah satu putra kekerdilan
Pengetahuannya tidak bulat atas kehidupan
Ilmunya tidak mengandung kebijaksanaan
Adapun kemungkinan yang ketiga
Penuduh serigala adalah juga serigala
Yang menolak ada serigala lain yang bukan ia
Karena seluruh hutan rimba harus ia sendiri yang menguasainya
Di rangkaian beribu kepulauan
Aku hidup rukun berdampingan
Dengan bangsa besar
Yang hidupnya penuh kekawatiran
Jiwa mereka dikerdilkan oleh zaman
Kecil hati dan tak pernah merasa nyaman
Setiap orang merasa dirinya adalah domba
Dan yang selain dirinya adalah serigala
Ketika domba merumput di padang-padang
Siapa saja yang lewat atau datang
Pastilah itu serigala yang mengancam
Selalu demikian mereka merasakan
Serigala meneriaki serigala
Serigala sakit jiwa kepada serigala
Sehingga tak satupun yang bukan serigala
250 juta domba Nusantara tak mengerti itu semua
Aku diutus pergi ke Negeri Domba
Tanah air domba, pulau-pulau domba
Domba-domba sangat indah dan tercinta
Berkurun waktu merumput hingga cakrawala
Sejak tujuh abad yang telah silam
Serigala-serigala dari barat berdatangan
Menjadikan domba-domba sebagai makanan
Terutama otak dan hati domba pun dikenyam
Sejak itu sebagian di antara domba-domba Nusantara
Melakukan perlawanan agar tak ditelan begitu saja
Mereka berjuang untuk bisa menjadi serigala
Sehingga bisa beramai-ramai ikut makan domba
Hari ini semua anak domba dididik menjadi serigala
Setiap domba bercita-cita menjadi serigala
Aku dikerumuni oleh domba-domba berhati serigala
Aku domba kecil harus hadir sebagai serigala raksasa
Serigala atau domba
Tidak karena besar kecil badannya
Di dalam peta perebutan kuasa
Kebanyakan serigala
Kecil, kurus atau pendek tubuhnya
Meskipun ada juga di antara mereka
Yang besar tinggi sosoknya
Serigala atau domba
Terletak pada hatinya
Domba berat hati pada kalbunya
Serigala dikendalikan oleh syahwatnya
Akal pikiran yang berkantor di kepala
Ada yang menjadi penimbang nuraninya
Yang lainnya jadi bawahan nafsunya
Tak ada domba yang lemah hidupnya
Kuat dan lemah hanyalah batas ilmu manusia
Tak ada selamat atau sesat padanya
Semua domba hidup bahagia
Karena ikhlas berbagi dengan manusia
Kambing tidak menginginkan apa-apa
Tuhan yang menginginkan mereka
Domba tidak menuju ke mana-mana
Mereka sudah bersemayam pada-Nya
Domba tidak memperjuangkan cita-cita
Mereka mengada karena kemauan-Nya
Domba tidak perlu mentaati-Nya
Tak ada jarak yang harus ditempuhnya
Tuhan hulu-hilir mereka tanpa rentang di antaranya
Para Nabi menggembalakan domba-domba
Padahal para utusan itulah sesungguhnya
Yang digembalakan oleh-Nya
Melalui tajalli domba-domba
Dan tatkala domba mengembek dengan mulutnya
Mestinya manusia belajar mencerdasinya
Bahwa itu adalah rasa kasihan dan sanepa
Bahkan ejekan kepada manusia
Tak ada serigala yang berdosa
Bahkan semua serigala tinggi derajatnya
Karena sedia menderita selama hidupnya
Tak bisa makan rumput seperti domba
Serigala diwajibkan mati sengsara
Karena ketika sudah udzur usianya
Tak sanggup menangkap mangsanya
Tak ada serigala yang buas perilakunya
Kekejaman hanyalah prasangka manusia
Yang dijadikan kenyataan pada hidupnya
Tuhan bilang Kun dan menata dauriyah semesta
Ia memperlakukan diri-Nya para serigala
Ia memberlakukan gagasan dan kemauan-Nya
Pada animasi serigala, domba dan alam raya
Pun manusia, yang serabutan perilakunya
Yang Ia angkat sebagai salah satu wakil kepala
Tapi berlaku mengkudeta kuasa-Nya
Mengucapkan kalimat, huruf dan kata
Mempidatokan nilai dan prasangka-prasangka
Menyusun pemerintahan dan tata kelola
Dengan mengambiil alih haq-Nya menjadi haknya
Berabad-abad lamanya
Kita adalah bangsa domba
Tapi sejak anak-anak kita
Dimangsa oleh para serigala
Akhirnya kita didik anak kita
Supaya juga menjadi serigala
Berabad-abad lamanya
Kita adalah manusia domba
Tuhan mengirim Nabi dan Rasul-Nya
Untuk menggembalakan kita
Menancapkan patok di pusat semesta
Dan mengulur tali ke leher kita
Kita adalah domba beranak serigala
Tetapi serigala tetap beranak domba
Hingga disekolahkan agar jadi serigala
Tetapi hari ini serigala sadar ia domba
Ia berlatih menghimpun kekuatan serigala
Agar mulai esok tak lagi bisa dimangsa
Berabad-abad lamanya
Kita adalah makhluk domba tercinta
Berasal dari gagasan kerinduan-Nya
Satu staf diperintahkan oleh-Nya
Untuk membentuk dan menata wujudnya
Domba dipekerjakan untuk taqarruban
Suara mulut domba sepanjang kehidupan
Selalu bernada informasi dan peringatan
Dan setelah disembelih dan dimakan
Ia memperoleh derajat kemuliaan
Berabad-abad lamanya
Kita disamarkan menjadi seakan domba
Di bumi hanya boleh berbunyi satu suara
Karena manusia omong terlalu banyak kata
Dengan itu mereka berbunuhan satu sama lainnya
Ia bukan serigala
Juga bukan domba
Ia di atas serigala dan domba
Ia lebih pandai, lebih unggul dan licin
Dibanding serigala dan domba
Ia bisa menjadi serigala
Ketika menjadi serigala menguntungkannya
Ia juga dengan cepat bisa menjelma domba
Kalau menjadi domba membuatnya lebih banyak menumpuk laba
Ia di atas semua serigala dan segala domba
Ia sanggup menserigalai kita dan mampu mendombai kita
Siapa saja bisa dibikinnya menjadi serigala
Juga siapapun bisa disanderanya menjadi domba
Sebagaimana kata salah satu firman
Hidup hanyalah senda gurau dan permainan
Ia menerima ketentuan itu dengan penuh keikhlasan
Asalkan bagiannya adalah kursi besar kekuasaan
Atas terancamnya cintaku kepada manusia
Yang berhimpun menjadi sebuah bangsa
Yang Engkau meletakkan hidupku padanya
Wahai Tuhan tak kuasa aku menahan rahasia
Tetapi kalau sampai kubukakan kepada mereka
Aku khawatir mereka akan baku bunuh sesamanya
Atau akan bunuh diri tak kuat menanggungnya
Wahai Tuhan mohon jangan biarkan
Cintaku tergerogoti oleh rasa malas dan bosan
Oleh ketakjuban buruk dan kemarahan
Mohon halangi cintaku dari rasa putus asa
Ini makhrajat dan kantung-kantung obat
Aku disuruh menyampaikan sebagai amanat
Supaya lelakumu tak sepenggal dan napasmu tersendat
Padahal hidupmu mengalir terus hingga akherat
Kamu menjilat-jilat tapi merasa hebat
Kamu sembah dunia ngakumu lillahi ta’ala
Kamu pikir itu pencapaian padahal kebobrokan
Kamu merasa bangga padahal sedang sangat hina
Tetap kubagi-bagi meskipun untuk munafiqin munafiqat
Urusan dengan Tuhanmulah untuk dicintai atau dilaknat
Aku kagum mentalmu sangat tangguh dan kuat
Sebab telah kau buang rasa malu dan martabat
Aku bertempur melawan raksasa
Yang melesat keluar dari dalam jiwaku sendiri
Ia unjuk sulthan gagah perkasa bertiwikrama
Karena lelah terlalu lama bersembunyi
Aku sungguh membutuhkan kelembutan hati-Mu
Sebab dengan secipratan saja aku memperolehnya
Atau Engkau suntikkan dari ubun-ubun ke dada
Letusan seratus gunung aku sanggup menelannya
Ya Allah la yafqohuna qoulan wa la syai`an
Cintaku kepada mereka hampir tak tertanggungkan
Atas huruf apa saja mereka salah dan gagal paham
Terlalu lama mereka digiring dikurung diternakkan
Wahai Tuhan yang kelembutan-Mu tak terperi
Terimalah himpunan syahadah mujahadah
Dari anak cucuku yang berhimpun di dalam rumah
Tabung kaca Maiyah yang Engkau anugerahi dan lindungi
Wahai Tuhan Yang Maha Tak Tega Hati
Hatiku tak pernah tega kepada anak cucu yang di luar
Yang di dalam diri sendiri pun mereka terlempar-lempar
Karena dunia dipimpin oleh yang kepada-Mu bermakar
Engkau terlalu agung untuk tidak mengampuni
Mereka kejar dunia dan dunia menolak mereka
Mereka sembah berhala dan berhala meninggalkannya
Tinggal kemurahan-Mu harapan satu-satunya
Ya Allah setua ini baru mulai kutahu
Lipatan-lipatan jebakan dalam ciptaan-Mu
Rekayasa dan animasi-animasi materi-Mu
Antara yang seolah nyata dan seakan semu
Jika hidup adalah berkiprah di dunia
Jika hanya sejengkal ini keutamaan urusannya
Jika perjuangan adalah berebut kuasa dan harta benda
Maka Penciptanya sungguh rendah mutunya
Jika kemajuan adalah tambang-tambang dan Istana
Kalau cinta adalah menutup mata dari cakrawala
Maka kemenangan adalah milik siapa saja
Yang tak tahu dirinya, tak ngerti malu dan hinanya
Aku takjub kepada tenangnya hati mereka
Sebab tidak mengerti apa yang akan menimpa
Meskipun mereka risau atas yang tak perlu dirisaukan
Serta tidak galau terhadap yang mereka tak perlu galau
Aku takjub mereka yakin sedang bernegara
Aku kagum pada keanehan mereka
Dalam memilih tokoh-tokoh dan pemimpinnya
Siapa saja tanpa pikir panjang bisa dijadikan apa saja
Aku melihat sempit berpikirnya, pendek jangkauan ilmunya
Serta dangkal dan tidak lengkap pertimbangannya
Tapi tidak bagi mereka, aku ah makhluk paling dungu di dunia
Bersedih atas hal-hal yang mereka tak memperdulikannya
Sebagaimana kualami sejak kanak-kanakku
Setiap ‘Ied datang, aku sembunyi dalam sepi dan bisu
Hatiku menggigil, telinga jiwaku dirusak
Allah sangat hadir tapi ditutupi oleh suara gaduh berderak-derak
Sejak hari-hari menjelang Idul Adlha
Kucari di mana dua kekasih-Nya berada
Bapak macam apa yang tega hati menyembelih anaknya
Betapa mungkin ia mantap memenuhi perintah membunuh putranya
Tidaklah karena iman dan kepatuhan kepada Tuhan
Maka ia boleh membuang rasa kemanusiaannya
Adakah seorang sastrawan di antara kita, yang mampu menggambarkan
Betapa iman dan keikhlasan tidaklah berlangsung datar tanpa guncangan
Ya Allah Maha Tuan Rumah kalbu semua hamba
Kualami 66 Idul Adlha tanpa Ibrahim dan Ismail padanya
Tidak juga maknanya, bayangan atau kelebatan hakikatnya
Tetapi aku mencintai mereka semua, meskipun dukaku tak sampai padanya
Di abad 21 puncak peradaban
Kaum Muslimin menghunus pedang
Tidak di akalnya, melainkan di tangan
Keluar dirinya mencari sasaran
Amir Umara Alim Ulama menyimpulkan
Idul Qurban sebatas membunuh binatang
Di dalam jiwa mereka ternakkan Iblis Setan
Dikasih makanan politik dan keserakahan
Dua ratus lima puluh juta orang
Yang hidupnya bersungguh-sungguh dan penuh kesulitan
Dipermainkan oleh beberapa ratus orang yang mereka tokohkan
Yang mereka upah dan mereka limpahi kesejahteraan
Dua ratus lima puluh juta rakyat
Yang perjuangan penghidupannya penuh kemandirian
Menjunjung beberapa ribu penipu di atas kepala mereka
Sedemikian tangguhnya mereka sehingga tetap tertawa-tawa
Ribuan orang-orang pandai menginjakkan sepatu tipu daya
Ribuan orang-orang dewasa yang rakus seperti kaum remaja
Ribuan orang-orang tua dengan air liur bayi di mulut mereka
Memperdalam cintaku seharga seribu mati kepada mereka
Dua ratus juta orang tak berdaya apa-apa
Atas penipuan yang menjerat mereka dari era ke era
Tetapi itu membuat mereka berkekuatan ekstra
Atas hidup mereka bersama keluarga
Para penipulah golongan manusia paling tak terdaya
Sehingga perlu menipu sesamanya
Demi menyangga hidupnya
Para penipu menyebut dirinya tukang perintah
Padahal hidup mereka bergantung pada upah
Para penipu itu mengaku berjuang membela rakyatnya
Padahal mereka lebih lemah dan tak ada tanpa rakyatnya
Mereka mengaku dan merasa diri mereka adalah Negara
Padahal Negara tak pernah merancang akhir dari hidupnya
Sementara para penipu itu hanya duduk lima tahun saja
Di antara dua ratus lima puluh juta rakyat
Terdapat kaum penipu yang berganti-ganti kerjanya
Tatkala lemah mereka mengemis dan menjilat
Ketika kuat mereka merampok laut dan darat
Para penipu itu bernafsu ingin jadi orang besar
Sebab mereka merendahkan petani kuli pasar
Siapa saja yang menguntungkan, kontan ditaatinya
Kalau besok merugikan, langsung dikhianatinya
Di antara mereka berpura-pura bersaing sesamanya
Mereka lawan saling berseberangan, kawan tak ada
Sahabat sejatinya adalah ambisi dan keserakahan
Susah payah kupertahankan cinta karena mereka manusia
Para penipu sangat sukar dikenali siapa mereka
Wajah mereka selalu ditabiri dengan citra
Kebusukan hati mereka diparfumi dengan kata-kata
Malaikat mulutnya tapi Iblis pelaksanaannya
Dunia pun mengangkat mereka sebagai Dewa-dewa
Karena mereka hanya budak dari maha dewa dunia
Yang berabad-abad mencuci otak ummat manusia
Memproduksi api neraka dilabeli sorga
Aku sangat mencintai dan siang malam menemani
Ratusan juta manusia yang hidup untuk diperdaya
Kusimpan sekantung rahasia sangat rapi dalam hati
Sampai seluruh prasangka peradaban ini tiba di hari senja
Kita hidup kholidina fiha abada Inna li Allah dan roji’un kepada-Nya jua
Allah asal-usul dan tujuan di seberang cakrawala
Cahaya terpuji sang Pembarep yang menuntun
Kita semua menguntit di belakang langkahnya
Adapun kepada manusia, kepada bangsa
Dengan fatamorgana Negara khayalannya
Yang grubyag-grubyug berjalan tak tahu arahnya
Yang kini sedang menyiapkan perbenturan berikutnya
Kapan saja bisa dan punya, kita siap mengevakuasinya
Kami Miim sekeluarga menyayangi semua
Bebarengan para Siin mengawal
Hingga tembus ruang di seberang cakrawala
Jumpa kembali dengan Nuun yang sejatinya
Selalu bermesraan dengan berjuta-juta saudara
Kadang masih muncul urusan kemajuan selompatan
Topik parit dangkal, urat pendek, mata kalap
Atau pembangunan semu kenikmatan sekejap
Ratusan juta kanak-kanak tak kunjung dewasa
Suntuk bersekolah hanya sampai ke remaja
Tetapi kami tidak mencampuri urusan mereka
Hanya siaga masa depan, untuk api atau cahaya
Aslinya aku sedih pada hari ini-mu
Dan sangat cemas esok hari-mu
Karena aku amat menyayangimu
Sehingga tak mungkin meninggalkanmu
Aku kenal mereka setan-setan yuwaswisu
Yang memutus-mutus helai saraf otakmu
Sampai kepalamu berlubang-lubang
Takkan kau tahu seberapa prihatinku
Sampai membeku hatimu, jumud mentalmu
Tak pernah lagi lengkap ilmu pengetahuanmu
Cacat tak terkirakan, terkeping berantakan
Tak kukira kau tak percaya diri hingga sedemikian
Kenapa sih dulu kamu repot-repot bikin Negara
Padahal makin jelas kau tak becus mengurusinya
Kau tak punya minat dan niat untuk mempelajari
Apalagi berjuang keras untuk sungguh-sungguh mengerti
Kenapa tidak iguh, berijtihad, waskita ke depan
Tak menjerat diri harus Negara, Republik stau Kerajaan
Tak harus demokrasi, yang kau pahamı setengah matang
Dan rendah diri terhadap yang orang lain paksa-paksakan
Kok aneh yang kau jalani malah bukan dirimu sendiri
Ajaib kau menolak kedaulatan atas hidupmu sendiri
Kau pasang-pasang wajah orang di mukamu
Bangga berlomba jadi ekor dari penjajahmu
LANJUTKAN... BERSAMBUNG KE "TETES" BULAN SEPTEMBER 2018
Muhammad Ainun Nadjib
Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) melakukan dekonstruksi pemahaman
nilai, pola komunikasi, metoda perhubungan kultural, pendidikan cara
berpikir, serta pengupayaan solusi masalah masyarakat.
Emha Ainun Nadjib
Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) menelusuri alam(default)nya manusia
dan kehidupan, mengijtihadi (mengkhalifahi)(mengkreatifi)(custom,
carangan) budidaya sosial (dari ulat-kepompong-kupu hingga politik dan
peradaban) agar memasuki masa depan yang segelombang dengan yang
dirancang dan diwujudkan oleh Maha Pengqadla dan Pengqadar. ============================================= Share & Posting by Yaddie Jossmart