Al-Qur`an dan Ma’iyyatullah
• • Dibaca normal 1 menit TetesJika ingin memahami Al-Qur`an lebih dalam, berusahalah melepaskan seluruh ego dan kecenderungan hawa nafsu. Agar kita memperoleh mahabbah ilahi. Agar dapat membaca dan memahami Al-Qur`an dalam suasana kebersamaan, kedekatan, dan kemesraan dengan Allah. Ma’iyyatullah.
Dr. Muhammad Nursamad Kamba
https://www.caknun.com/2018/al-quran-dan-maiyyatullah/
==============================
https://www.caknun.com/2018/para-penemu/
==================================
Oportunis berasal dari bahasa Inggris opportunity: peluang.
Sedangkan akhiran -is merujuk pada orangnya. Dari kacamata ini,
sepertinya wajar saja, hanya berarti “orang yang mengambil
peluang”. Tapi tunggu dulu—oportunis adalah sikap yang suka mengambil
tiap kesempatan belaka dengan mengacuhkan prinsip yang dia pegang.
https://www.caknun.com/2018/oportunis/
====================================
=====================================
https://www.caknun.com/2018/al-quran-dan-maiyyatullah/
==============================
Hidayah
• • Dibaca normal 1 menit Tetes
Tuhan telah memberikan hidayah kepada manusia sejak dari janin
berupa sifat, bakat, kecenderungan dan keunikan yang berbeda-beda setiap
manusia, bahkan kepada manusia yang lahir kembar sekalipun.
Namun ketika lahir ke dunia dan mulai memasuki institusi pendidikan—keragaman ”hidayah” itu justru dihancurkan oleh sekolah dengan melalui cara penyeragaman. Apa Yang Kau Cari Manusia?
KiaiTohar
https://www.caknun.com/2018/hidayah/
==============================
Namun ketika lahir ke dunia dan mulai memasuki institusi pendidikan—keragaman ”hidayah” itu justru dihancurkan oleh sekolah dengan melalui cara penyeragaman. Apa Yang Kau Cari Manusia?
KiaiTohar
https://www.caknun.com/2018/hidayah/
==============================
Para Penemu
• • Dibaca normal 1 menit Tetes
Tuhan memberi jalan hidayah kepada para penemu; listrik, otomotif
dan lain-lain dalam rangka untuk kehidupan dan pergerakan manusia menuju
kehidupan yang lebih baik. Temuan-temuan itu pada akhirnya menjelma
menjadi mesin-mesin industri.
Namun perkembangannya mesin-mesin industri itu justru berkembang dan berubah sifatnya tidak lagi untuk kehidupan manusia yang lebih baik—malah sebaliknya menjadi alat eksploitasi yang mengikis “kemanusiaan” manusia. Apa Yang Kau Cari Manusia?
KiaiTohar
Namun perkembangannya mesin-mesin industri itu justru berkembang dan berubah sifatnya tidak lagi untuk kehidupan manusia yang lebih baik—malah sebaliknya menjadi alat eksploitasi yang mengikis “kemanusiaan” manusia. Apa Yang Kau Cari Manusia?
KiaiTohar
https://www.caknun.com/2018/para-penemu/
==================================
Utang Itu Utang
• • Dibaca normal 1 menit Tetes
Dulu di kampung saya ada kesepakatan tidak tertulis bahwa untuk
memahami keluarga yang bahagia jika keluarga tersebut tidak memiliki
utang—datanglah Program BIMAS (Bimbingan Massal) sebuah program
modernisasi Pertanian Pemerintah Orde Baru yang didalamnya terkait
dengan urusan kredit dengan bank. Entah bagaimana proses dan
mekanismenya ada banyak petani yang tidak menyadari bahwa sesungguhnya
mereka memiliki utang di bank, yang jelas mulai saat itu petani di desa
saya berhubungan dengan institusi bank.
Dalam kehidupan ekonomi modern, prinsip kebahagiaan di kampung saya saat itu dianggap ketinggalan. Sebaliknya barang siapa yang ingin menguasai permodalan maka harus punya utang (kredit) di bank sebanyak-banyaknya, bahkan negara pun harus utang ke Bank Lintah Darat Internasional.
Kini petani di kampung saya tetap saja tidak berubah keadaannya betapapun sudah berurusan dengan bank. Manusia Apa Yang Kau Cari?
KiaiTohar
https://www.caknun.com/2018/utang-itu-utang
===================================
Dalam kehidupan ekonomi modern, prinsip kebahagiaan di kampung saya saat itu dianggap ketinggalan. Sebaliknya barang siapa yang ingin menguasai permodalan maka harus punya utang (kredit) di bank sebanyak-banyaknya, bahkan negara pun harus utang ke Bank Lintah Darat Internasional.
Kini petani di kampung saya tetap saja tidak berubah keadaannya betapapun sudah berurusan dengan bank. Manusia Apa Yang Kau Cari?
KiaiTohar
https://www.caknun.com/2018/utang-itu-utang
===================================
Wedhatama
• • Dibaca normal 1 menit Tetes
Serat Wedhatama, pupuh pangkur: “Mingkar-mingkuring ukara,
akarana karenan mardi siwi, sinawung resmining kidung, sinuba sinukarta,
mrih kretarta pakartining ilmu luhung, kang tumrap ing tanah Jawa,
Agama Ageming Aji”.
Meredam nafsu angkara dalam diri—tersirat dalam indahnya tembang, berbagai hiasan penuh variasi, agar manusia menjiwai hakikat nilai luhur, yang berlangsung di tanah Jawa (Nusantara) bahwa Agama sebagai busana, “pakaian” kehidupan agar semakin berharga, bersinar untuk manfaat, barokah untuk kehidupan bagi sesama manusia maupun ciptaan Allah SWT lainnya.
Bukan sebaliknya Agama dijadikan pakaian, identitas untuk alat politik kekuasaan—apalagi Agama dijadikan komoditi untuk akumulasi keuntungan bagi diri maupun kelompoknya.
KiaiTohar
Meredam nafsu angkara dalam diri—tersirat dalam indahnya tembang, berbagai hiasan penuh variasi, agar manusia menjiwai hakikat nilai luhur, yang berlangsung di tanah Jawa (Nusantara) bahwa Agama sebagai busana, “pakaian” kehidupan agar semakin berharga, bersinar untuk manfaat, barokah untuk kehidupan bagi sesama manusia maupun ciptaan Allah SWT lainnya.
Bukan sebaliknya Agama dijadikan pakaian, identitas untuk alat politik kekuasaan—apalagi Agama dijadikan komoditi untuk akumulasi keuntungan bagi diri maupun kelompoknya.
KiaiTohar
https://www.caknun.com/2018/wedhatama/
=====================================
Ki Hadjar Dewantara, Bapak pendidikan nasional kita itu,
menggunakan kata ’taman’ untuk menggambarkan proses penyelenggaraan
pendidikan. Taman berarti tempat bermain atau tempat belajar.
Ki Hadjar ingin mengajak Anda untuk membayangkan sekolah sebagai suatu taman, dan kelak pada waktunya kita akan melihat bahwa sesungguhnya praktik pembelajaran itu idealnya dilangsungkan dalam suasana yang mirip dengan suasana taman. Taman yang menghadirkan suasana kegembiraan, taman yang nyaman dan setiap orang bisa berekspresi, berkreasi sambil mengukir kenangan.
Bila sekolah bagaikan taman berarti tidak seperti penjara yang mengungkung, membelenggu serta membikin manusia tak lagi memiliki harapan—tentunya tidak ada lagi siswa yang tidak kerasan lalu drop out, minggat dari sekolah itu.
KiaiTohar
https://www.caknun.com/2018/taman/
================================
Ki Hadjar ingin mengajak Anda untuk membayangkan sekolah sebagai suatu taman, dan kelak pada waktunya kita akan melihat bahwa sesungguhnya praktik pembelajaran itu idealnya dilangsungkan dalam suasana yang mirip dengan suasana taman. Taman yang menghadirkan suasana kegembiraan, taman yang nyaman dan setiap orang bisa berekspresi, berkreasi sambil mengukir kenangan.
Bila sekolah bagaikan taman berarti tidak seperti penjara yang mengungkung, membelenggu serta membikin manusia tak lagi memiliki harapan—tentunya tidak ada lagi siswa yang tidak kerasan lalu drop out, minggat dari sekolah itu.
KiaiTohar
https://www.caknun.com/2018/taman/
================================
Revolusi Sebatang Jerami
• • Dibaca normal 1 menit Tetes
Masanobu Fukuoka, penasehat ahli pertanian Jepang yang frustasi
justru pada saat Jepang ada di puncak teknologi modernisasi
pertanian—dia memilih kembali ke kampung halamannya bertani secara
tradisi.
Bertahun-tahun tak ada orang yang peduli pada gagasan dan apa yang dilakukan Fukuoka yang unik itu. Hanya sedikit orang saja di Jepang mengenal metodenya. Tahun 1975 ia menulis buku berjudul “Revolusi Sebatang Jerami”, yang kemudian diterjemahkan ke berbagai bahasa. Sejak bukunya terbit kemudian dia banyak diminati oleh berbagai kelompok yang bersemangat mempelajari sikap “baru”-nya yang aneh dalam cara bercocok tanam itu.
Namun jagat pertanian di Jepang, pada akhirnya tak beda yang dialami Indonesia, sulit berkelit dari jangkauan tangan-tangan modal dengan jargon modernisasi pertanian akan meningkatkan swa sembada pangan di setiap negara.
Petani menjadi tidak berdaulat atas profesinya, plasma nuftah berangsur-angsur punah, dan pestisida serta insektisida menghancurkan tatanan ekosistem—Manusia meremuk-redamkan kuasa alam.
KiaiTohar
https://www.caknun.com/2018/revolusi-sebatang-jerami/
====================================
Bertahun-tahun tak ada orang yang peduli pada gagasan dan apa yang dilakukan Fukuoka yang unik itu. Hanya sedikit orang saja di Jepang mengenal metodenya. Tahun 1975 ia menulis buku berjudul “Revolusi Sebatang Jerami”, yang kemudian diterjemahkan ke berbagai bahasa. Sejak bukunya terbit kemudian dia banyak diminati oleh berbagai kelompok yang bersemangat mempelajari sikap “baru”-nya yang aneh dalam cara bercocok tanam itu.
Namun jagat pertanian di Jepang, pada akhirnya tak beda yang dialami Indonesia, sulit berkelit dari jangkauan tangan-tangan modal dengan jargon modernisasi pertanian akan meningkatkan swa sembada pangan di setiap negara.
Petani menjadi tidak berdaulat atas profesinya, plasma nuftah berangsur-angsur punah, dan pestisida serta insektisida menghancurkan tatanan ekosistem—Manusia meremuk-redamkan kuasa alam.
KiaiTohar
https://www.caknun.com/2018/revolusi-sebatang-jerami/
====================================
Nasib Petani
• • Dibaca normal 1 menit Tetes
Sistem monokultur besar-besaran digalakkan lewat Revolusi Hijau
merupakan salah satu penyebab utama yang mengerdilkan pertanian, petani,
dan sistem kedaulatan pangan kita. Padahal keanekaragaman hayati (dan
pengelolaan pertanian tanaman beragam—bukan semata beras) adalah sesuatu
yang seharusnya perlu dibudidayakan.
Seharusnya berpihak kepada ilmu pengetahuan pertanian lokal. Seperti “pemuliaan benih” lewat praktik-praktik berbasis komunitas, yang sayangnya, aksi para petani ini disepelekan (karena mereka dianggap bukan ilmuwan oleh kalangan elite). Dan bahkan sering dikriminalisasi dengan tuduhan “praktik pencurian metode” atau “praktik mendistribusikan benih yang tidak bersertifikasi”.
Adalah hak (petani) atas benih. Namun pemerintah, sejak Orde Baru hingga sekarang masih saja menitikberatkan subsidi dan insentif (secara terselubung) kepada perusahaan-perusahaan besar yang selalu mempertahankan kekuatan untuk memonopoli arus produksi dan distribusi (perdagangan) pangan, di samping kelemahan pemerintah di tingkat global dalam menghadapi tekanan yang muncul akibat globalisasi dan perdagangan bebas.
KiaiToHar
https://www.caknun.com/2018/nasib-petani/
==================================== Seharusnya berpihak kepada ilmu pengetahuan pertanian lokal. Seperti “pemuliaan benih” lewat praktik-praktik berbasis komunitas, yang sayangnya, aksi para petani ini disepelekan (karena mereka dianggap bukan ilmuwan oleh kalangan elite). Dan bahkan sering dikriminalisasi dengan tuduhan “praktik pencurian metode” atau “praktik mendistribusikan benih yang tidak bersertifikasi”.
Adalah hak (petani) atas benih. Namun pemerintah, sejak Orde Baru hingga sekarang masih saja menitikberatkan subsidi dan insentif (secara terselubung) kepada perusahaan-perusahaan besar yang selalu mempertahankan kekuatan untuk memonopoli arus produksi dan distribusi (perdagangan) pangan, di samping kelemahan pemerintah di tingkat global dalam menghadapi tekanan yang muncul akibat globalisasi dan perdagangan bebas.
KiaiToHar
https://www.caknun.com/2018/nasib-petani/
Oportunis
• • Dibaca normal 1 menit Tetes
Contoh, saat terjadi bencana alam—banyak yang kesulitan mencari
tempat berlindung, bahan makanan, serta MCK. Bagi sebagian orang, saat
seperti itu waktunya membantu sesama. Namun bagi oportunis, dia akan
berusaha cari keuntungan. Misal menyewakan rumahnya untuk menginap,
menjual makanan lebih mahal atau menarik biaya MCK lebih dari biasa.
Oportunis cenderung pintar mengambil peluang, tak peduli sekecil apapun
asal menguntungkan. “Untung” untuk diri sendiri, bukan yang lain.
Bila yang memiliki sifat ini seorang pemimpin atau pejabat publik yang dipilih oleh rakyat, digaji gede, kerjanya duduk, rapat (bahkan sambil tidur) yang menaungi nasib banyak orang, tapi hanya mementingkan diri sendiri untuk keuntungan pribadi—apakah wajar?
Kiai ToHar
Bila yang memiliki sifat ini seorang pemimpin atau pejabat publik yang dipilih oleh rakyat, digaji gede, kerjanya duduk, rapat (bahkan sambil tidur) yang menaungi nasib banyak orang, tapi hanya mementingkan diri sendiri untuk keuntungan pribadi—apakah wajar?
Kiai ToHar
====================================
Kaum Terpelajar
• • Dibaca normal 1 menit Tetes
Kaum terpelajar, menurut almarhum W.S. Rendra, adalah mereka yang
“berumah di angin”. Kaum terpelajar mengambil jarak agar senantiasa
dapat mengamati dan mempelajari perkembangan di masyarakat dengan
objektif dan seksama. Mereka tidak terjun dalam rutinitas persoalan
keseharian agar ide-ide yang mereka sumbangkan dapat mewakili
kepentingan semua golongan, dengan kesegaran dan ketajaman yang genuine.
Almarhum W.S Rendra memang benar, rumah kaum terpelajar berada di angin. Namun, sejarah juga membuktikan bahwa jika kaum terpelajar memutuskan untuk melangkah dari balik awan dan turun menginjak bumi, maka perubahan-perubahan bisa terjadi.
Apakah kini kaum terpelajar sudah menginjak bumi, atau masih bersembunyi di balik awan?
Kiai ToHar
https://www.caknun.com/2018/kaum-terpelajar/Almarhum W.S Rendra memang benar, rumah kaum terpelajar berada di angin. Namun, sejarah juga membuktikan bahwa jika kaum terpelajar memutuskan untuk melangkah dari balik awan dan turun menginjak bumi, maka perubahan-perubahan bisa terjadi.
Apakah kini kaum terpelajar sudah menginjak bumi, atau masih bersembunyi di balik awan?
Kiai ToHar
=====================================
Sertifikasi
• • Dibaca normal 1 menit Tetes
Sertifikasi profesional, kadang hanya disebut dengan sertifikasi
atau kualifikasi saja, adalah suatu penetapan yang diberikan oleh suatu
organisasi profesional terhadap seseorang untuk menunjukkan bahwa orang
tersebut mampu untuk melakukan suatu pekerjaan atau tugas spesifik.
Sertifikasi biasanya harus diperbaharui secara berkala, atau dapat pula
hanya berlaku untuk suatu periode tertentu. Sebagai bagian dari
pembaharuan sertifikasi, umumnya diterapkan bahwa seorang individu harus
menunjukkan bukti pelaksanaan pendidikan berkelanjutan atau memperoleh
nilai CEU (continuing education unit).
Tentu saja kita harus waspada dengan segala urusan yang berbau sertifikasi dan profesional, karena dua makhluk itu juga bisa berperan menyingkirkan kedaulatan seseorang yang tidak memiliki syarat administratif, bahkan bisa jadi berlawanan dengan kualitas.
Kiai ToHar
Tentu saja kita harus waspada dengan segala urusan yang berbau sertifikasi dan profesional, karena dua makhluk itu juga bisa berperan menyingkirkan kedaulatan seseorang yang tidak memiliki syarat administratif, bahkan bisa jadi berlawanan dengan kualitas.
Kiai ToHar
ttps://www.caknun.com/2018/sertifikasi/
===============================
Bagi para pembelajar dan pemikir saat itu, masa tersebut adalah masa kebangkitan kembali pembelajaran Klasik, maka renaisans lebih dikenal dengan zaman “pencerahan”—apakah benar demikian, atau sebaliknya?
Kiai ToHar
https://www.caknun.com/2018/renaisans-1/
=================================
Pendidikan menurut almarhum Soedjatmoko, merupakan ranah untuk berbagi pengalaman batin dengan sesama anggota masyarakat. Tidak ada satu pun persoalan bangsa yang lepas dari perhatian, telaah, dan tawaran jalan keluarnya. Soedjatmoko menunjukkan betapa rapuhnya struktur sosial masyarakat majemuk. Maka dari sana lahir keyakinan tentang kebutuhan mekanisme efektif bagi resolusi konflik dan ketangguhan sosial, tepatnya daya lenting (resilience) masyarakat. Daya lenting membuat sebuah bangsa bertahan bukan karena paksaan stabilitas dari luar diri, melainkan bersumber dari dalam dirinya.
Sosok Soedjatmoko (Koko) melalui karya-karyanya, satu di antaranya harapan terhadap peranan agama untuk mengatasi berbagai persoalan dunia. Tentu ini hanya salah satu proses belajar, saat ia menyaksikan persoalan keprihatinan yang membelit dunia.
Kiai ToHar
https://www.caknun.com/2018/pak-koko/
====================
Mengapa ada Sekolah Gajah? Lalu kenapa gajah harus sekolah? Tidak cukupkah manusia saja yang wajib sekolah bertahun-tahun untuk beberapa lembar ijazah? Rupanya ide sekolah gajah ini mencuat sejak seringnya gajah di kawasan itu mengamuk dan merusak lahan pertanian warga. Beberapa warga bermental pemburu tentu akan gembira jika gajah-gajah itu diburu saja. Beberapa yang berjiwa dagang turut gembira melihat potensi ‘komoditi’ baru untuk diperdagangkan. Beberapa sisanya yang berjiwa kreatif merujuk solusi yang lebih ramah lingkungan: sekolah gajah.
Ide dasarnya adalah menjinakkan gajah liar ini dengan dilatih, sehingga bermanfaat bagi manusia. Tentu saja bagi banyak pihak, ide terakhir adalah yang paling masuk akal. Pemerintah menanggapi positif dengan menyelenggarakan sekolah gajah dan mendatangkan pelatih/pawang berpengalaman—usaha ini telah menampakkan hasil. Banyak gajah liar kini bisa main sepak bola, akrobat bahkan mau mengangkut gelondongan kayu yang dulu menjadi habitat gajah yang telah dirusak oleh manusia. Gajah-gajah liar itu kini telah teredukasi dengan baik. Bolehlah kita sebut gajah yang berbudaya. Tingkah laku gajah yang menggemaskan itu membuat kita mendadak lupa untuk bertanya: mengapa mereka dulu mengamuk?
Jangan-jangan sekolah untuk manusia juga nasibnya sama dengan gajah—yakni PENJINAKAN…!?
Kiai ToHar
https://www.caknun.com/2018/sekolah-gajah/
==================================
Agama Yang Membebaskan
• • Dibaca normal 1 menit Tetes
Membuka Catatan lama di tahun 1980-an kawan saya Roem
Topatimasang; “Perselisihan yang dipicu oleh masalah agama kini
mengancam kehidupan kita. Sejarah peradaban dan kemanusiaan hancur
ketika kobaran kebencian merasuki perasaan masing-masing aliran di
setiap agama maupun antar pemeluk agama. Teologi Pembebasan menantang
ketertaklukan lembaga-lembaga agama oleh hegemoni kekuasaan politik dan
ekonomi yang amat serakah itu.
Gerakan agama yang radikal dan revolusioner ini, terutama di Amerika Latin, membuktikan bahwa agama bisa dan seharusnya menjadi ‘bara api’ melawan kezaliman, ketidakadilan, dan ketidakmanusiawian.”
Saat itu saya tidak terlalu percaya, ternyata sekarang terjadi di sekeliling kita.
Kiai ToHar
https://www.caknun.com/2018/agama-yang-membebaskan/
=====================================
=======================================
Gerakan agama yang radikal dan revolusioner ini, terutama di Amerika Latin, membuktikan bahwa agama bisa dan seharusnya menjadi ‘bara api’ melawan kezaliman, ketidakadilan, dan ketidakmanusiawian.”
Saat itu saya tidak terlalu percaya, ternyata sekarang terjadi di sekeliling kita.
Kiai ToHar
https://www.caknun.com/2018/agama-yang-membebaskan/
=====================================
Robohnya Surau Kami
Bercerita tentang kisah tragis matinya seorang kakek penjaga
Surau, si Kakek, meninggal dengan menggorok lehernya sendiri setelah
mendapat cerita tentang Haji Soleh yang masuk neraka walaupun pekerjaan
sehari-harinya beribadah di Masjid. “Robohnya Surau Kami” kumpulan
cerita pendek (cerpen) karya AA. Navis (1956)—menceritakan dialog Tuhan
dengan Haji Saleh, seorang warga Negara Indonesia yang selama hidupnya
hanya beribadah dan beribadah.
Manusia memuji Tuhan tidak lagi dengan hati yang tulus karena hanya ingin memperoleh pahala dan semakin mudah jalannya untuk masuk ke surga. Sangat mengenaskan dan memprihatinkan memang, tapi itulah kenyataan hingga sampai saat ini.
Kiai ToHar
https://www.caknun.com/2018/robohnya-surau-kami/Manusia memuji Tuhan tidak lagi dengan hati yang tulus karena hanya ingin memperoleh pahala dan semakin mudah jalannya untuk masuk ke surga. Sangat mengenaskan dan memprihatinkan memang, tapi itulah kenyataan hingga sampai saat ini.
Kiai ToHar
=======================================
Renaisans 1
• • Dibaca normal 1 menit Tetes
Kelahiran kembali, merupakan periode peradaban Eropa setelah Abad
Pertengahan. Secara konvensional dicirikan meningkatnya minat terhadap
studi dan nilai-nilai Klasik. Renaisans juga menjadi saksi penemuan dan
eksplorasi benua-benua baru, pudarnya sistem feodal dan tumbuhnya
perdagangan, penemuan maupun aplikasi inovasi yang sangat berpengaruh
seperti kertas, mesin cetak, kompas, dan bubuk mesiu.
Bagi para pembelajar dan pemikir saat itu, masa tersebut adalah masa kebangkitan kembali pembelajaran Klasik, maka renaisans lebih dikenal dengan zaman “pencerahan”—apakah benar demikian, atau sebaliknya?
Kiai ToHar
https://www.caknun.com/2018/renaisans-1/
=================================
Renaisans 2
• • Dibaca normal 1 menit Tetes
Seni, arsitektur, musik, sastra, dan lukisan Renaisans yang
diproduksi selama abad 14, 15, 16 di Eropa berada di bawah kombinasi
pengaruh antara meningkatnya kesadaran akan lingkungan, kebangkitan
pembelajaran klasik, serta perkembangan pandangan manusia yang lebih
individualis. Ketertarikan terhadap alam, pembelajaran humanistik, dan
individualisme ini muncul pada akhir abad pertengahan dan semakin
dominan pada abad 15-16 dengan perubahan sosial ekonomi seperti
sekularisasi kehidupan sehari-hari, kemunculan ekonomi keuangan kredit,
dan peningkatan pesat mobilitas sosial.
Ini zaman “pencerahan” atau sedang menuju “kegelapan”?
Kiai ToHar
https://www.caknun.com/2018/renaisans-2/
====================================
Ini zaman “pencerahan” atau sedang menuju “kegelapan”?
Kiai ToHar
https://www.caknun.com/2018/renaisans-2/
====================================
Masa Depan Kaum Bebrayan
• • Dibaca normal 1 menit Tetes
Ramalan kehidupan masa depan model urip bebrayan menjadi
trend—prediksi ini pas, mengapa? Karena kerusakan-kerusakan relasi
manusia, manusia dengan alam, bahkan dengan dirinya sendiri sedemikian
parahnya. Sehingga manusia akan mencari ‘lembaga’ konservasi hidup yang
non birokratis, informal, egaliter, inklusif, kolektif dan berbasis
kesukarelawanan.
Situasi ini sebenarnya telah juga dibayangkan oleh Horgan, Eric Fromm, bahkan oleh Ki Hajar Dewantara dan Ronggowarsito. Hidup yang dangkal dan tak bermakna sebagai ekspresi kegagalan hidup, sehingga orang akan memburu makna dan bahagia dengan cara menyelami dunia kekeluargaan, ke-bebrayan-an, atau sejenis komunalitas.
Hidup bebrayan ada kalau ada keadilan dan konsep kekeluargaan inilah yang unique sebagai pergumulan.
Kiai ToHar
https://www.caknun.com/2018/masa-depan-kaum-bebrayan/
==============================
Situasi ini sebenarnya telah juga dibayangkan oleh Horgan, Eric Fromm, bahkan oleh Ki Hajar Dewantara dan Ronggowarsito. Hidup yang dangkal dan tak bermakna sebagai ekspresi kegagalan hidup, sehingga orang akan memburu makna dan bahagia dengan cara menyelami dunia kekeluargaan, ke-bebrayan-an, atau sejenis komunalitas.
Hidup bebrayan ada kalau ada keadilan dan konsep kekeluargaan inilah yang unique sebagai pergumulan.
Kiai ToHar
https://www.caknun.com/2018/masa-depan-kaum-bebrayan/
==============================
Kaum neoliberal meyakini bahwa negara yang merdeka pasca perang
tidak akan mampu bertahan lama, karena dunia saat ini telah dikuasai
modal yang terus bergerak dan kuatnya persaingan ekonomi antar-negara.
Untuk itu negara fokus saja untuk membuat kebijakan. Sebaiknya negara
menarik diri dari pelayanan, serahkan saja pelayanan publik kepada
swasta.
Kaum neolib menganggap bahwa mesin birokrasi telah rusak, bangkrut, harus diganti “pemerintahan kewirausahaan” berdasarkan persaingan, pasar, pelanggan, dan pengukuran hasil.
Kiai ToHar
Kaum neolib menganggap bahwa mesin birokrasi telah rusak, bangkrut, harus diganti “pemerintahan kewirausahaan” berdasarkan persaingan, pasar, pelanggan, dan pengukuran hasil.
Kiai ToHar
https://www.caknun.com/2018/kaum-neolib/
Kearifan lokal terdiri dari dua kata, yaitu kearifan (wisdom) atau kebijaksanaan, dan lokal (local)
atau setempat. Jadi arti kearifan lokal secara sederhana dapat dipahami
sebagai gagasan setempat yang bersifat genuin, bijaksana, penuh
kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota
masyarakatnya.
Kearifan lokal sepadan dengan identitas budaya bangsa, yang dapat menjadikan suatu bangsa mampu memiliki jati diri dan berpengaruh terhadap watak dan karakter masyarakatnya.
Kearifan lokal sepadan dengan identitas budaya bangsa, yang dapat menjadikan suatu bangsa mampu memiliki jati diri dan berpengaruh terhadap watak dan karakter masyarakatnya.
Kearifan lokal juga dapat dibagi menjadi dua, yaitu segala nilai,
konsep dan teknologi yang telah dimiliki sebelum mendapat pengaruh
asing; serta daya yang dimiliki suatu bangsa untuk menyerap,
menafsirkan, mengubah dan mencipta sepanjang terjadinya “pengaruh
asing”. Maka, kearifan lokal merupakan karakter yang berlandaskan dan
bernapaskan gagasan, atau pandangan hidup yang berasal dari budaya
lokal. Karena itu, kearifan lokal sesungguhnya mengandung banyak sekali
keteladanan dan kebijaksanaan hidup.
Masih adakah itu?
Kiai ToHar
https://www.caknun.com/2018/kearifan-lokal/
===============================
Masih adakah itu?
Kiai ToHar
https://www.caknun.com/2018/kearifan-lokal/
===============================
Pralaya
• • Dibaca normal 1 menit Tetes
Bukan rahasia bahwa Indonesia sejak masa pertengahan Orde Baru
sampai sekarang mengalami pralaya: politik, ekonomi, semangat kebangsaan
luntur, moral publik merosot, boleh dikata tidak punya malu, harga diri
runtuh, terjebak kepicikan agama dan etnis, merebak demokrasi
prosedural dengan ekspresi gaya preman, kedaulatan pangan hancur,
pendidikan remuk redam, marak proyek rente ekonomi, kesehatan jeblok
jadi bagian pasar pabrik obat, hukum kehilangan wibawa serta penuh
dengan penegak yang menjadi koruptor, maling, perampok.
Ini semua akibat dari pilihan politik ekonomi yang menjilat “penjajah korporasi lintas negara”.
Kiai ToHar
https://www.caknun.com/2018/pralaya/
==================================
Ini semua akibat dari pilihan politik ekonomi yang menjilat “penjajah korporasi lintas negara”.
Kiai ToHar
https://www.caknun.com/2018/pralaya/
==================================
Pak Koko
• • Dibaca normal 1 menit TetesPendidikan menurut almarhum Soedjatmoko, merupakan ranah untuk berbagi pengalaman batin dengan sesama anggota masyarakat. Tidak ada satu pun persoalan bangsa yang lepas dari perhatian, telaah, dan tawaran jalan keluarnya. Soedjatmoko menunjukkan betapa rapuhnya struktur sosial masyarakat majemuk. Maka dari sana lahir keyakinan tentang kebutuhan mekanisme efektif bagi resolusi konflik dan ketangguhan sosial, tepatnya daya lenting (resilience) masyarakat. Daya lenting membuat sebuah bangsa bertahan bukan karena paksaan stabilitas dari luar diri, melainkan bersumber dari dalam dirinya.
Sosok Soedjatmoko (Koko) melalui karya-karyanya, satu di antaranya harapan terhadap peranan agama untuk mengatasi berbagai persoalan dunia. Tentu ini hanya salah satu proses belajar, saat ia menyaksikan persoalan keprihatinan yang membelit dunia.
Kiai ToHar
https://www.caknun.com/2018/pak-koko/
====================
Materialisme
• • Dibaca normal 1 menit Tetes
Materialisme adalah paham yang menyatakan bahwa hal yang dapat
dikatakan benar-benar ada adalah materi. Pada dasarnya semua hal terdiri
atas materi dan semua fenomena adalah hasil interaksi material. Materi
adalah satu-satunya substansi cara pandang materialisme.
Ternyata hidup dalam orientasi materialistik sudah tertanam sejak anak-anak—bahkan untuk mengukur prestasi anak juga sangat material. Apakah anaknya yang masih di PAUD sudah bisa baca tulis hitung? Anaknya bisa masuk sekolah favorit apa tidak? Ranking berapa? Nanti setelah dewasa ganti pertanyaan tapi ukurannya sama; kerja di mana? Kaya apa tidak? Punya mobil apa tidak? Jadi orang terkenal apa tidak? Nyaris tidak ada perhatian, penghargaan untuk anak-anak yang jujur, anak-anak yang solider, anak-anak yang selalu menyayangi temannya, anak yang sebelumnya kasar menjadi lembut—nilai-nilai yang bersifat rohaniah tersebut memang terabaikan.
Tentu saja kita tak kaget bila mendengar kelak di kemudian hari; tumbuh subur, banyak orang tidak jujur, tidak toleran, tidak solider, menipu, korupsi, karena ekosistem kehidupan kita terbangun serba berukuran materi keduniaan seperti itu.
Kiai ToHar
https://www.caknun.com/2018/materialisme/
===========================
Ternyata hidup dalam orientasi materialistik sudah tertanam sejak anak-anak—bahkan untuk mengukur prestasi anak juga sangat material. Apakah anaknya yang masih di PAUD sudah bisa baca tulis hitung? Anaknya bisa masuk sekolah favorit apa tidak? Ranking berapa? Nanti setelah dewasa ganti pertanyaan tapi ukurannya sama; kerja di mana? Kaya apa tidak? Punya mobil apa tidak? Jadi orang terkenal apa tidak? Nyaris tidak ada perhatian, penghargaan untuk anak-anak yang jujur, anak-anak yang solider, anak-anak yang selalu menyayangi temannya, anak yang sebelumnya kasar menjadi lembut—nilai-nilai yang bersifat rohaniah tersebut memang terabaikan.
Tentu saja kita tak kaget bila mendengar kelak di kemudian hari; tumbuh subur, banyak orang tidak jujur, tidak toleran, tidak solider, menipu, korupsi, karena ekosistem kehidupan kita terbangun serba berukuran materi keduniaan seperti itu.
Kiai ToHar
https://www.caknun.com/2018/materialisme/
===========================
Sekolah Gajah
• • Dibaca normal 1 menit TetesMengapa ada Sekolah Gajah? Lalu kenapa gajah harus sekolah? Tidak cukupkah manusia saja yang wajib sekolah bertahun-tahun untuk beberapa lembar ijazah? Rupanya ide sekolah gajah ini mencuat sejak seringnya gajah di kawasan itu mengamuk dan merusak lahan pertanian warga. Beberapa warga bermental pemburu tentu akan gembira jika gajah-gajah itu diburu saja. Beberapa yang berjiwa dagang turut gembira melihat potensi ‘komoditi’ baru untuk diperdagangkan. Beberapa sisanya yang berjiwa kreatif merujuk solusi yang lebih ramah lingkungan: sekolah gajah.
Ide dasarnya adalah menjinakkan gajah liar ini dengan dilatih, sehingga bermanfaat bagi manusia. Tentu saja bagi banyak pihak, ide terakhir adalah yang paling masuk akal. Pemerintah menanggapi positif dengan menyelenggarakan sekolah gajah dan mendatangkan pelatih/pawang berpengalaman—usaha ini telah menampakkan hasil. Banyak gajah liar kini bisa main sepak bola, akrobat bahkan mau mengangkut gelondongan kayu yang dulu menjadi habitat gajah yang telah dirusak oleh manusia. Gajah-gajah liar itu kini telah teredukasi dengan baik. Bolehlah kita sebut gajah yang berbudaya. Tingkah laku gajah yang menggemaskan itu membuat kita mendadak lupa untuk bertanya: mengapa mereka dulu mengamuk?
Jangan-jangan sekolah untuk manusia juga nasibnya sama dengan gajah—yakni PENJINAKAN…!?
Kiai ToHar
https://www.caknun.com/2018/sekolah-gajah/
==================================
Karakter
• • Dibaca normal 1 menit Tetes
Menurut KBBI, karakter atau watak adalah sifat batin yang
memengaruhi segenap pikiran, perilaku, budi pekerti, dan tabiat yang
dimiliki manusia. Kemendikbud mengimplementasikan penguatan karakter
penerus bangsa lewat gerakan Penguatan Pendidikan Karakter sejak 2016.
Lima nilai prioritas bersumber dari Pancasila yang diterapkan; yaitu
religius, nasionalisme, integritas, kemandirian, dan kegotongroyongan.
Pertanyaannya, bagaimana melaksanakannya kalau sistem belajar di sekolah umumnya berbasis mata pelajaran, penganut kompetisi, penghamba lomba dan ujian—guru jadi pusat pengetahuan, apalagi ujung-ujungnya terjemahan itu semua hanyalah “mata pelajaran karakter”. Padahal karakter merupakan output, akibat dari lingkungan kehidupan.
Apalagi jika dikelola dengan sistem proyek. Bisa jadi praktek akan berseberangan dengan nilai-nilai itu karena bukan berangkat dari membangun prasyaratnya. Satu contoh yakni “Gotong Royong”—apakah mungkin gotong royong akan hidup bila pendidikan sudah masuk kubangan perangkap menjadi komoditas?
Kita lihat saja.
Kiai ToHar
https://www.caknun.com/2018/karakter/
===============================
Pertanyaannya, bagaimana melaksanakannya kalau sistem belajar di sekolah umumnya berbasis mata pelajaran, penganut kompetisi, penghamba lomba dan ujian—guru jadi pusat pengetahuan, apalagi ujung-ujungnya terjemahan itu semua hanyalah “mata pelajaran karakter”. Padahal karakter merupakan output, akibat dari lingkungan kehidupan.
Apalagi jika dikelola dengan sistem proyek. Bisa jadi praktek akan berseberangan dengan nilai-nilai itu karena bukan berangkat dari membangun prasyaratnya. Satu contoh yakni “Gotong Royong”—apakah mungkin gotong royong akan hidup bila pendidikan sudah masuk kubangan perangkap menjadi komoditas?
Kita lihat saja.
Kiai ToHar
https://www.caknun.com/2018/karakter/
===============================
Merdeka (1)
• • Dibaca normal 1 menit Tetes
‘Merdeka’ merupakan kata dasar yang paling banyak muncul dalam
Pembukaan UUD 45, yakni tujuh kali. Lebih dari itu, subjek kalimat
pertama juga kemerdekaan. Itu menyiratkan gagasan atau sukma inti
republik ini. Maka gagasan kemerdekaan mestilah membuncah di benak ibu
bapak bangsa saat merumuskan sang republik. Namun, persepsi terhadap
kata merdeka memang telah mengalami pengikisan makna dan nilai.
Jika kata ‘merdeka’ diucapkan dalam pidato politik atau ditulis dalam spanduk hari ini, tentu saja terkesan nirmakna. Gagasan kemerdekaan hari ini lebih utama dimaknai secara pragmatis, sebagai terlepasnya dari penjajahan pemerintah kolonial semata.
Kiai ToHar
https://www.caknun.com/2018/merdeka-1/
==================================
Jika kata ‘merdeka’ diucapkan dalam pidato politik atau ditulis dalam spanduk hari ini, tentu saja terkesan nirmakna. Gagasan kemerdekaan hari ini lebih utama dimaknai secara pragmatis, sebagai terlepasnya dari penjajahan pemerintah kolonial semata.
Kiai ToHar
https://www.caknun.com/2018/merdeka-1/
==================================
Merdeka (2)
• • Dibaca normal 1 menit Tetes
Makna kemerdekaan pada jenjang kehidupan bangsa dan pada jenjang
individu, khususnya kemerdekaan berpikir dan kehidupan anak-anak yang
kelak di kemudian hari menjadi masyarakat, sepertinya terabaikan.
Masa depan sang republik bergantung pada kemerdekaan anak-anak untuk berpikir. Kemerdekaan ini sekarang semakin mendesak untuk dirasakan dan dinikmati tiap anak melalui wujud lingkungan belajar. Kelas dengan lingkungan merdeka menyuburkan hasrat anak bertanya, meragui, menggagas, berpikir, dan berpendapat. Lingkungan seperti ini justru sesungguhnya ukuran mutu pendidikan. Sekarang dibutuhkan strategi agar lingkungan merdeka dapat terwujud di pengajaran—bukan sebaliknya “merdeka” mewujud menjadi “penjara” bagi anak-anak kita.
Bagaimana mutu kehidupan masyarakat kelak di kemudian hari?
Kiai ToHar
https://www.caknun.com/2018/merdeka-2/
==================================
Masa depan sang republik bergantung pada kemerdekaan anak-anak untuk berpikir. Kemerdekaan ini sekarang semakin mendesak untuk dirasakan dan dinikmati tiap anak melalui wujud lingkungan belajar. Kelas dengan lingkungan merdeka menyuburkan hasrat anak bertanya, meragui, menggagas, berpikir, dan berpendapat. Lingkungan seperti ini justru sesungguhnya ukuran mutu pendidikan. Sekarang dibutuhkan strategi agar lingkungan merdeka dapat terwujud di pengajaran—bukan sebaliknya “merdeka” mewujud menjadi “penjara” bagi anak-anak kita.
Bagaimana mutu kehidupan masyarakat kelak di kemudian hari?
Kiai ToHar
https://www.caknun.com/2018/merdeka-2/
==================================
Kuliner (1)
• • Dibaca normal 1 menit Tetes
Kehadiran simbol dapat mencerminkan sebuah identitas
bangsa—berbagai atribut seperti bendera, lagu kebangsaan. Selain atribut
yang bersifat resmi, ada juga ada hal yang tak kalah penting yang
mewakili sebagai sebuah identitas bangsa dan sekaligus berkaitan dengan
kebutuhan biologis dan kedaulatan pangan sebuah negara bangsa, yakni
makanan nasional. Bahkan Belanda sebagai negara yang pernah menjajah
Indonesia turut hadir dalam semangat kolonialisasi pada saat itu.
Saat itu Hindia Belanda menerbitkan beberapa buku resep dalam rangka mengategorisasikan makanan berdasarkan kelas sosial, yakni masakan Belanda dan makanan Bumiputra—pengelompokan ini bertujuan untuk memurnikan kuliner Eropa yang dianggap lebih tinggi dari kuliner Bumiputra.
Kiai ToHar
https://www.caknun.com/2018/kuliner-1/Saat itu Hindia Belanda menerbitkan beberapa buku resep dalam rangka mengategorisasikan makanan berdasarkan kelas sosial, yakni masakan Belanda dan makanan Bumiputra—pengelompokan ini bertujuan untuk memurnikan kuliner Eropa yang dianggap lebih tinggi dari kuliner Bumiputra.
Kiai ToHar
===========================
LANJUTKAN...
BERSAMBUNG KE "TETES" BULAN DESEMBER 2018
Posting by Suyadi Jossmart
BERSAMBUNG KE "TETES" BULAN DESEMBER 2018
- Muhammad Ainun Nadjib
- Emha Ainun Nadjib
Posting by Suyadi Jossmart
Tidak ada komentar:
Posting Komentar